Rahmatul Ummah
-
Manusia itu makhluk
jumawa sekaligus narsis. Menurut Harari, dengan penuh superior manusia
mendaulat dirinya sebagai homo sapiens, makhluk paling bijak.
Padahal sebelum berevolusi manusia hanyalah spesies tak berdaya, menjadi
makhluk pengintai yang menunggu sisa-sisa makanan yang ditinggalkan spesies
lain.
Sama seperti monyet dan
ubur-ubur, atau spesies binatang lain dalam kerajaan fauna, spesies homo (manusia)
pada masa itu hanya tahu dua hal, to survive and procreat (bertahan
hidup dan berkembang biak), hingga pada satu kesempatan manusia mampu
menaklukkan api.
Dari situlah awalnya
terjadi evolusi nalar. Dengan bantuan api, spesies manusia berhasil menjadi
pemburu paling hebat di planet bumi. Jika sebelumnya binatang hasil buruan
dimakan mentah, maka dengan kemampuan berevolusi, daging binatang hasil buruan
tersebut terlebih dahulu dimasak sehingga banyak bakteri dan bibit penyakit
yang hilang. Selain itu dengan dibakar atau dipanggang, cita rasa daging itu
juga lebih enak, lebih empuk dan lebih lezat.
Api juga menjadi titik
awal dari revolusi agrikultur. Spesies manusia mulai belajar mengolah
biji-bijian seperti padi, gandum atau jagung menjadi makanan pokok. Karena api
spesies manusia berhasil melakukan transisi dari sebelumnya masyarakat berburu
dan mengumpul menjadi masyarakat agraris.
Terjadinya evolusi itu
juga dilatari karena manusia merasa ada banyak keterbatasan-keterbatasan yang
membuatnya sangat kerdil sehingga harus dilampui. Manusia ingin bersaing dengan
spesies lainnya.
Perjalanan
kesejerahan spiesies manusia ini secara detail bisa Anda baca
dalam Sapiens karya Yuval Noah Harari. Entry point yang
ingin saya sampaikan dari buku setebal 544 halaman ini bahwa sesungguhnya
spisies bernama manusia sesungguhnya adalah makhluk kerdil yang tak sepantasnya
jumawa dan merasa lebih baik dari spisies-spisies lain.
Sikap membanggakan diri
itu juga dikutuk dan dilekatkan sebagai perilaku iblis, saat kali pertama
menolak perintah sujud kepada Adam. Iblis merasa lebih baik, angkuh dan jumawa,
merasa lebih baik lantaran tercipta dari api dan Adam tercipta dari tanah.
Kesombongan itulah yang
menjadikannya terkutuk dan terusir dari surga. "Sombong (besar) itu
pakaikanku, keagungan adalah sarungku, barangsiapa mengambil (salah satu dari
keduanya), Aku akan lemparkan dia ke neraka jahanam. " Kata Tuhan dalam
sebuah hadits qudsi yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud, hadits dengan
konteks yang hampir sama juga diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Imam Ahmad.
Selain hadits ada banyak
ayat dalam kitab suci yang melarang berperilaku takabur, merasa
lebih hebat dari orang lain, dan berjalan dengan congkak di muka bumi.
Sombong adalah perilaku
yang disepakati untuk dibenci, semua manusia tak menyukai manusia yang sombong,
meski banyak manusia yang merawat kesombongannya. Sombong tak melulu kaya, atau
hal-hal yang sangat material dan populer lainnya. Perilaku sombong biasanya
juga menjelma dalam bentuk merasa paling benar, merasa paling bisa, paling
pintar, dan merasa paling saleh, paling baik. Sombong dalam kategori terakhir
ini, justru paling sering hadirnya tak disadari.
Merasa paling tersebut pada akhirnya menyeret manusia bertindak superior terhadap makhluk lainnya, bahkan terhadap sesama manusia. Sehingga tak jarang mereka bersikap hegemonik, dominan dan eksploitatif. Makhluk atau manusia lain yang dianggapnya sub-ordinat, dianggap layak untuk menjadi tumbal ambisinya, meneguhkan kejumawaan.
Manusia yang merawat 'rasa hebat' ini tidak akan pernah berhenti meneguhkan eksistensinya lewat 'tumbal-tumbal' yang dipaksa tunduk dan harus mengaminkan setiap kemauannya yang dilabeli gagasan cerdas, homo sapiens. (*)
0 Comments:
Posting Komentar